Sabtu, 08 Juni 2013

HAMBA HAMBA ALLAH YANG MAHA PENYAYANG



Ibadurrahman (hamba-hamba Allah yang Maha Pengasih), alangkah indah hidup mereka, alangkah lembut hati mereka, akhlak mulia adalah perhiasan mereka; senantiasa mengambil pelajaran dari segala kejadian, dari semua ciptaan; jika memandang langit, mereka berkata,
“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang
Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bersinar  terang.
Malam dan siang adalah ayat Allah yang selalu mengingatakan mereka untuk selalu bersyukur dan mengambil pelajaran,
“Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Mereka adalah orang-orang yang jauh dari sifat sombong, bangga diri, atau merasa lebih baik, mereka adalah orang yang rendah hati.
“Dan hamba-hamba Rabb yang Maha Penyayang,
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati.
Keburukan mereka balas dengan kebaikan, kejahilan mereka hadapi dengan hikmah, bagi mereka cacian orang-orang bodoh adalah angin lalu.
“Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”
Ketika hari telah berselimut gelap, ketika manusia tengah larut dalam buaian mimpi-mimpi, mereka bangkit dan berdiri, menyucikan hati, mendekat diri kepada Ar-Rahman. 
“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.”
Namun demikian mereka tetap saja merasa khawatir jika amal mereka belum diterima, belum sempurna, belum cukup untuk mendapat ridhanya hingga mereka berkata,
"Ya Rabb kami, jauhkan azab Jahannam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang abadi.”
Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kembali.
Mereka adalah orang-orang yang hidupnya bersahaja, sederhana saja; tidak pelit membelanjakan hartanya, juga tidak boros membelanjakannya untuk hal yang tidak berguna, atau melebihi batas kebutuhannya.
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Mereka hanya mengabdi kepada Allah, tiada kebaikana apapun bentuknya, melainkan ia niatkan hanya karena dan untuk mencari ridhaNya.
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah.”
Mereka hamba-hamba yang penyang dan lembut hatinya, tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk mebunuh, meskipun hanya seekor serangga.
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar.
Mereka adalah orang yang selalu menjaga kesucian jiwanya, patang baginya mengotorinya dengan yang keji, zina adalah salah satunya;
dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,
mereka adalah orang banyak bertaubat.
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya,
Mereka kekal di dalamnya. syurga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.


Selasa, 05 Maret 2013

MENEMUKAN CINTA

Seorang lelaki mendatangi konsultan keluarga. Ia hendak berkonsultasi mengenai kondisi rumah tangganya yang sudah hampir karam. Setelah bertemu sang konsultan ia mencurahkan semua masalah dan keluh kesahnya. Tentang cinta yang sudah hampir punah antara dirinya dan istrinya. Tentang komunikasi yang soalah kering kerontang. tak ada lagi rindu dan cinta...Setelah ia selesai berbicara sang konsultan tersenyum sambil berkata,
"Sobat, cintailah istrimu."
"Justru itu pak, seperti yang saya ceritakan tadi, sudah tidak ada cinta di antara kami."
Sambil tersenyum sang konsultan mengatakan saran yang sama, "Cintailah istrimu."
Lelaki itu nampak jengkel dengan nada gusar ia mengatakan, "Saya sudah katakan kepada Anda bahwa sudah tidak ada cinta di antara kami. Dan saya datang untuk mencari solusi terbaik dari Anda."
"Ya, cintailah istrimu."
"Huff...tolong jelaskan maksud Anda pak. Saya tidak mengerti."
"Apakah sebelum ini kamu mencintai istrimu?"
"Ya, tentu, bahkan saya selalu merindukannya."
"Lalu apa yang Anda lakukan untuk merawat cintamu?"
"Saya bawakan dia hadiah, saya sempatkan untuk makan bersama. Kadang-kadang saya ajak dia bersantai ke tepi pantai."
"Sekarang perlakukan istrimu seperti dulu kamu memperlakukannya. Kau akan mendapatkan cintamu kembali."

Si Lelaki pulang dengan wajah riang. Sebulan kemudian, ia kembali untuk mengucapkan terima kasih kepada sang konsultan.

*dari buku==> Untukmu Sepasang Kekasih, hal. 20.

Minggu, 03 Maret 2013

MARI BER-ISTIGHFAR...

“Tak ada gading yang tak retak” demikian kata pepatah. Tak ada manusia sempurna, jadi kekurangan sudah pasti ada pada setiap manusia. 
Semua yang masih menyadari kemanusiaannya pasti mengakaui hal ini. Namun, sedikit orang yang kemudian mau dengan rendah hati mengakui kesalahan dan kekurangnnya, tidak saja kepada sesama manusia, tapi lebih dari itu mengkaui kekurangan di hadapan Dzat yang Maha Sempurna, Allah Azza wa Jalla. Kita mengerti jika  kita telah berbuat dosa, tapi lisan ini tak juga tergerak untuk mengucap taubat kepadaNya. Karena kesalahan adalah bentuk kekurangan kita sebagai manusia, maka Rasulullah n menasihatkan agar kita menutupi kekurangan itu dengan banyak-banyak beristighfar kepada Allah, bartaubat atas segala kesalahan baik yang kita sengaja mauon tidak, baik yang berkaitan dengan hak Allah yang Maha Sempurna ataupun hak sesama manusia.
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak adam pasti penah berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Anas Al-Hakim mengatakan hadits ini isnadnya shahih) 
Berangkat dari kesadaran ini, adalah sangat mungkin kegagalan kita dalam sebuah usaha hari ini adalah akbibat dari kesalahan kita beberapa waktu lalu, kesalahan yang mungkin kita sendiri sudah melupakannya. Lalu Allah hendak mengingatkan kita dengan menggagalkan usaha kita. Bisa jadi kesalahan itu memang tidak berkait langsung dengan musibah yang kita alami. Akan tetapi demikianlah sunnah yang Allah berlakukan kepada makhukNya.
Lain daripada itu bahwa taubat dan istigfar bisa menjadi sarana Allah membebaskan kita dari kesusahan, musibah diringankan, dada dilapangkan, keinginan dikabulkan, sebagaimana Allah mengisahkan tentang seruan Nabi Nuh kepada kaumnya agar bertaubat dan beristigfar kepada Allah, sehingga Allah menurunkan hujan dan memberikan mereka keturunan yang banyak.
“Maka Aku katakan kepada mereka, “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)Ya... Kembali kepada Allah, meminta taufik dan bimbinganNya adalah faktor terbesar yang akan melapangkan dada, membesarkan hati, dan menjaga stamina iman. Dengan demikian kita akan bisa melihat hikmah di balik musibah yang menimpa kita bahwa dengannya Allah hendak mengingatkan kita agar kita selalu bersandar kepadaNya, agar kita kembali, tunduk dan pasrah dan berdoa hanya kepadaNya. Agar kita merasakan ke-Mahabesaran Allah dan membersihkan jiwa kita dari kesombongan. Dan akhirnya Allah memebri jalan keluar dari setiap permasalahan.
مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa yang memperbanyak istighfar,  maka Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitan, diberi kelonggaran dari setiap kesempitan, dan akan diberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”

(HR. Abu Dawud no. 1297)
Dan untuk itu Allah memberi sarana yang sangat mudah. Ya, lisan adalah anggota badan yang paling mudah untuk digerakkan. Sehingga dengan idzin Allah tidak ada kesulitan untuk memperbanyak istighfar.

Penghulunya Istighfar
Syaddad bin Aus a meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Penghulunya istighfar adalah engkau membaca,
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ
“Yaa Allah, engkau adalah Rabb-ku. Tidak ada Ilah yang benar selain Engkau dan aku adalah hambaMu. Aku berada di atas janjiMu dan …semampuku. Aku mengakui nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan aku juga megakui dosa-dosaku kepadaMu, maka ampunilah aku karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa selainMu. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan apa yang aku perbuat.”
Barangsiapa yang membancanya di sore hari lalu ia meninggal dunia maka ia termasuk penghuni Janna dan barangsiapa membaca di pagi hari kemudian yang meninggal dunia maka ia termasuk penghuni Jannah.” (HR. Al-Bukhari no. 5831)

Selasa, 19 Februari 2013

WAKTU dan RAKAAT SHALAT DHUHA



WAKTU PELAKSANAAN SHALAT DHUHA

Sebagaimana namanya, Dhuha, maka Shalat Dhuha dikerjakan pada waktu dhuha. Lantas kapan waktu dhuha tersebut ada?

Dhuha adalah sebutan untuk waktu sejak setelah matahari terbit hingga menjelang zawal. Al-Imam Asy-Syaukani t menerangkan, “Ulama berbeda pendapat tentang waktu masuknya Shalat Dhuha; Al-Imam An-Nawawi t dalam kitab Ar-Raudhah meriwayatkan dari para pengikut mazhab Asy-Syafi’i bahwa waktu dhuha mulai masuk sejak terbitnya matahari. Akan tetapi disenangi mengakhirkan pelaksanaannya sampai matahari meninggi. Sebagian lagi berpendapat, waktu dhuha mulai masuk ketika matahari sudah meninggi, dan pendapat inilah yang ditetapkan oleh Ar-Rafi’i dan Ibnu Ar-Rif’ah.” (Nailul Authar: 2/329)

Dalam kitab Zadul Mustaqni’ disebutkan, “Waktu dhuha mulai dari berlalunya waktu larangan shalat sampai sesaat sebelum zawal.” Yakni dari naiknya matahari seukuran tombak sampai masuknya waktu larangan shalat ketika matahari tepat berada di tengah langit. Waktu shalat dhuha yang paling utama adalah apabila sinar matahari sudah terasa panas menyengat.” (Ar-Raudhul Murbi’: 1/176)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t menjelaskan bahwa ukuran satu tombak itu menurut penglihatan mata orang yang melihat dan ukurannya sekitar satu meter. Kemudian beliau menyimpulkan bahwa waktu dhuha dimulai dari berakhirnya waktu larangan shalat di awal pagi sampai datangnya waktu larangan di tengah siang (tengah hari). Mengerjakannya di akhir waktu lebih utama karena adanya hadits Nabi n tentang Shalat Awwabin. (Asy-Syarhul Mumti’: 4/88)

Dari dua pendapat di atas bisa dikompromikan bahwa dari sisi penamaan (bahasa), waktu dhuha sudah masuk sejak terbit matahari hingga zawal. Namun dari sisi syariat, yakni ketika waktu dihubungkan dengan Syariat Shalat Dhuha, maka waktu dhuha mulai masuk sejak berlalunya waktu teralarang untuk shalat hingga sesaat menjelang zawal. Karena kedua waktu tersebut (ketika matahari terbit dan ketika matahari berada di atas kepala) adalah waktu terlarang untuk shalat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah n,

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيْبَ الشَّمْسُ

“Tidak ada shalat setelah subuh sampai matahari tinggi dan tidak ada shalat setelah ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Al-Bukhari no. 586 dan Muslim no. 1920)

Sedangkan batas akhirnya dijelaskan oleh hadits Uqbah bin Amir beliau menceritakan,

“Tiga waktu dimana Rasulullah n melarang kami untuk shalat padanya dan melarang kami menguburkan orang yang meninggal di antara kami; yaitu ketika matahari terbit sampai agak meninggi, ketika matahari berada di tengah langit sampai ia condong (ke barat), dan ketika matahari menjelang tenggelam sampai tenggelam.” (HR. Muslim, no. 831)

Waktu yang Paling Utama

Waktu yang paling utama untuk mengerjakan Shalat Dhuha adalah ketika sudah masuk waktu siang. Sebagaimana hadits dari Zaid bin Arqam a bahwa beliau melihat orang-orang sedang shalat pada awal dhuha, maka beliau berkata, “Tidakkah orang-orang itu mengetahui bahwa shalat (dhuha) di selain waktu ini lebih utama. Rasulullah n bersabda,

صَلاَةُ الْأَوَّابِيْنَ حِيْنَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ

“Shalatnya awwabin adalah tatkala anak unta merasakan kakinya kepanasan karena terbakar panasnya pasir.” (HR. Muslim no. 1743)

Dalam peristiwa Fathu Makkah, Ummu Hani mengabarkan,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ أَتَى بَعْدَ مَا ارْتَفَعَ النَّهَارُ يَوْمَ الْفَتْحِ، فَأُتِيَ بِثَوْبٍ فَسُتِرَ عَلَيْهِ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ قَامَ، فَرَكَعَ ثَمَانِي رَكَعَاتٍ…

“Rasulullah n datang pada hari Fathu Mekkah setelah siang meninggi, lalu didatangkan kain untuk menutupi beliau yang hendak mandi. (Seselesainya dari mandi) beliau bangkit untuk mengerjakan shalat sebanyak delapan rakaat.” (HR. Muslim No. 1665)

Al-Imam An Nawawi t dan Imam Ash-Shan’ani menjelaskan bahwa, “Ar-Ramdha’ adalah hawa panas dari pasir atau tanah yang terbakar panas matahari. Dan hal itu terjadi ketika matahari sudah meninggi. Shalat awwabin adalah yang yang dikerjakan ketika kaki-kaki anak-anak unta merasa sangat kepanasan karena menapak/menginjak pasir yang sangat panas. Sedangkan awwab artinya orang yang taat. Ada pula yang mengatakan awwab artinya orang yang kembali dengan melakukan ketaatan. Hadits ini menunjukkan keutamaan shalat di waktu tersebut dan ia merupakan waktu yang paling utama untuk mengerjakan Shalat Dhuha, walaupun shalat Dhuha boleh dikerjakan dari mulai terbitnya matahari hingga menjelang zawal.” (Al-Minhaj: 6/272, Subulus Salam: 2/293)

Jumlah Rakaat Shalat Dhuha

Jumlah minimal rakaat Shalat Dhuha adalah dua rakaat, sebagaimana hadits Abu Hurairah di depan. Bisa juga mengerjakan empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat, atau duabelas rakaat, atau tanpa batasan, karena semuanya memiliki pijakan dari sunnah Rasulullah n. (Shalatul Mukmin: 1/449, Syarh Riyadhus Shalihin, Al-Utsaimin:

Dalil Shalat Dhuha empat rakaat hingga tanpa batasan  adalah hadits Aisyah s,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ

Dari Aisyah s beliau berkata, “Rasulullah n shalat Dhuha empat rakaat dan menambahnya sesuai dengan kehendak Allah.” (HR. Muslim)

Juga Abu Darda’ dan Abu Dzar h bahwa Rasulullah n bersabda,  “Allah l, berfirman,

ابْنَ آدَم، اِرْكَعْ لِي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ، أَكْفِكَ آخِرَهُ

“Wahai anak Adam, rukuklah (shalatlah) untuk-Ku empat rakaat pada awal siang niscaya Aku akan mencukupimu pada akhir siangmu.” (HR. At-Tirmidzi no. 475, Ahmad, no. ) At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan gharib.” Dishahihkan Al-Imam Al-Albani Rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Sedangkan dalil bahwa Rasulullah n Shalat Dhuha delapan rakaat adalah hadits Ummu Hani. Ibnu Abi Laila mengatakan bahwa,

مَا حَدَّثَنَا أَحَدٌ أَنَّهُ رَأَى النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّى الضُّحَى غَيْرَ أُمِّ هَانِئٍ فَإِنَّهَا قَالَتْ إِنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - دَخَلَ بَيْتَهَا يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ فَاغْتَسَلَ وَصَلَّى ثَمَانِىَ رَكَعَاتٍ فَلَمْ أَرَ صَلاَةً قَطُّ أَخَفَّ مِنْهَا ، غَيْرَ أَنَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ.

“Tidak ada yang mengabarkan kepadaku bahwa Nabi n melakasanakan Shalat Dhuha selain Ummu Hani. Ia menceritakan bahwa Nabi masuk ke dalam rumahnya pada peristiwa Fathu Mekah, kemudian beliau mandi, kemudian lalu beliau shalat delapan rakaat. Saya tidak pernah melihat shalat yang lebih ringan selain dari shalat yang delapan rakaat tersebut, namun Nabi n menyempurnakan rukuk dan sujudnya.”  (HR. Al-Bukhari, no. 1176, Muslim, no. 336)

Imam Asy-Syaukani mengatakan, “Ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang jumlah rakaat Shalat Dhuha Rasulullah, riwayat yang paling kuat dari perbuatan beliau adalah 8 rakaat, dan jumlah rakaat paling banyak dari perkataan beliau adalah 12 rakaat.” (Nailul Authar: /353) 

Rabu, 12 Desember 2012

TERUSLAH BERHARAP

Saat itu nampak Amir bin Rabi’ah sedang sibuk berkemas. Ia bersama istrinya Fatimah binti Al-Khathab sedang mempersiapkan perlengkapan dan bekal perjalanan hijrah menuju Habasyah.  Karena suatu keperluan Amir berpamitan keluar rumah. Saat itulah Umar bin Khathab, kakak kandung Fatimah datang. Rupanya kabar bahwa adik yang dicintainya akan meninggalkan Mekah sampai juga kepadanya. Dengan wajah sedih Umar yang ketika itu masih musyrik berkata,

“Apakah kalian akan benar-benar pergi wahai Ummu Abdillah?”
“Benar”  jawab Fathimah. “Kami akan pergi menuju belahan bumi Allah yang lain. Sebab kalian telah banyak menyakiti kami, dan memaksa kami untuk mengambil keputusan ini. Kami akan tinggal di sana, hingga Allah memberikan jalan keluar.” Sambung Fathimah.
 
“Semoga Allah menyertai kalian.” Ucap Umar lirih.
Fathimah mengatakan, “Saya tidak pernah melihat Umar selembut itu sebelumnya. Ia terlihat begitu sedih dengan kepergian kami. Padahal sebelumnya tidak ada seorang pun dari kami melainkan pernah merasakan tindakan kasar dan kemarahannya.”

Tidak lama berselang, Amir pun kembali. Tapi Umar sudah pergi.


“Wahai Abu Abdillah, seandainya tadi kamu bertemu Umar, dan melihat raut kesedihannya karena kepergian kita.” Fatimah menceritakan.
“Apakah kamu masih berharap orang seperti dia akan mau masuk Islam?” Tanya Amir dengan nada sangsi.
“Ya.” Jawab Fathimah singkat.

“Umar tidak akan mungkin masuk Islam sampai keledainya masuk Islam duluan.” Ujar Amir dengan nada pesimis.
Amir berkata demikian karena sudah sangat sering menjadi sasaran tindak kekerasan Umar, bahkan hingga sesaat menjelang keislaman Umar.   
*Janganlah berbagai kesulitan menyebabkanmu berhenti berharap kebaikan. Dan jangan pernah menutup pintu untuk segala kemungkinan.   
 

*Disadur dan diterjemahkan dari buku 'Hakadza Hazamul Ya's' 

JANGAN berPUTUS asa

Selalu memiliki keyakinan. Selalu mempunyai semangat. Selalu memupuk harapan. Itulah sebagian sifat yang seharusnya melekat seorang mukmin. Ia tidak pernah mengenal sikap putus asa dalam kamus hidupnya. Sebab, putus asa berarti melemahnya keyakinan, lumpuhnya semangat, dan hilangnya harapan. Sedangkan ia mengerti bahwa Allah telah melarang itu, 

“Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah.”
Sikap putus tidak akan pernah bisa menguasai hati orang beriman. Karena keputusasaan hanya akan mematikan gerak hidupnya, menjadikan kakinya tertanam dalam lumpur kelemahan, sehingga tidak mampu mengubah keadaan dirinya. Parahnya lagi tawakalnya berangsur-angsur  memudar, lalu berburuksangka kepada Allah. Karena itu ia selalu ingat akan teguran Tuhannya,
“Janganlah kamu sekalian berputusasa dari rahmat Allah. Tiada yang berputusasa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.”
Ya. berputusasa berarti mendahului takdir. Sikap sok tahu. Seolah kegagalan sekarang adalah kegagalan esok, lusa dan seterusnya. Padahal tiada yang mengerti perkara apa dikemudian hari, kecuali Dia yang Maha Mengetahui.
Oleh itu, berbaiksangkalah kepada Allah. Sebab Dia akan memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan persangkaannya. Jika baik, baik pula. Jika buruk, buruk pula.
Baginda Nabi menasihatkan, “Optimislah dalam meraih kebaikan, niscaya kalian akan mendapatkannya.” 
Berikutnya, jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan, atau ingin memetik buah kebikan sebelum benar-benar matang. Ada pepatah gurun mengatakan, “Siapa yang ingin memetik hasil sebelum waktunya, maka ia diganjar dengan kegagalan.”
Lalu, timbanglah segala keadaanmu dengan timbangan langit. Renungkan dengan logika langit. Agar lapang jiwamu, dan luas ruang pandangmu. Jangan hanya menimbang dengan logika bumi, sebab ia akan menghempaskanmu ke ruang yang gelap dan sempit.

*Disarikan dari bagian awal buku “Hakadza Hazamul Ya’s”  Salwa Al-Udhaidan. 

MENGUSIR si MALAS

“Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesunngguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat kebajikan."
 (Al-Ankabut: 69)
Kesungguhan dan keluhuran cita-cita. Ya kesungguhan berarti keseriusan, ketelitian, tekun, dan tuntas. Kesungguhan kata Ibnu Qayyim adalah salah satu tanda kesempurnaan kita sebagai manusia,

“Kesempurnaan manusia terlatak pada keluhuran cita-cita yang akan mengangkatnya ke derajat yang tinggi, dan ilmu yang menunjukinya jalan menuju kemuliaan itu.”  

Kesuksesan dalam hidupmu tergantung kepada sejauh mana kegigihanmu. Dan keuletan adalah jalan paling mudah meraih tujuan.

Ingatlah Allah sejak engkau bangun dari tidurmu, maka Allah akan membimbingmu untuk selalu waspada. Malailah harimu dengan wudhu dan shalat maka Allah akan memutus belenggu setan dari dirimu.”

Penuhi harimu dengan aktivitas; mengasah pikiran, pekerjaan tangan, atau pun fisik, mengkaji berbagai persoalan, dan saat yang lain bersantai dan berkunjung ke sesama suadara.

Buatlah jadwal untuk setiap kegiantan yang akan kamu lakukan. Jika ada yang terlewatkan, berilah sangsi pada dirimu sendiri, misalnya dengan menunda sesuatu yang menyenangkan bagi jiwamu. Sebab menuruti apa yang disukaannya dalam keadaan demikian hanya akan menyebabkan nafsu semakin sulit untuk kamu kendalikan.

Konsumsilah makanan yang sesuai dengan kebutuhan badan kamu, dan bisa memberi kekuatan dan energy yang cukup.


Membaca doa berikut pada pagi dan sore hari,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari kekhawatiran dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepadaMu dari sifat pengecut dan bakhil, dan aku berlindung kepadaMu dari lilitan hutang dan kezaliman manusia.”

Yakinkan dirimu bahwa kemalasan itu bukan karena kamu mengidap suatu penyakit fisik. Jika sakit, segeralah berobat.

Jika Anda tidak ingin lelah, maka bersusah payahlah sehingga Anda tidak lagi merasakan lelah. Jangan bermalas-malas, tapi jangan pula tergesa-gesa. Sebab, kemalasan menyebabkan kamu tidak bisa melakukan sesuatu, sedangkan ketergesa-gesaan akan menggerogoti kesabaranmu dalam menjalani proses segala urusan.

Ingat, bahwa malas adalah satu sifat orang munafik, “Dan apabila mereka hendak berdiri untuk shalat, mereka beridiri  dengan malas.” Allah menghasung agar kita membuang kemalasan dengan cara bersegera dan berlomba mengerjakan kebajikan.
Ingatlah, bahwa kemalasan adalah penyebab kegagalan. Sebagaimana ketekunan adalah jalan menuju sukses. Tidak ada orang yang bermalas-malan melainkan kegegalan adalah hasil yang pasti ia petik. Kemuliaan tidak akan diberikan kecuali kepada orang yang berhak menerimanya. Dan bukan kepada orang yang menyia-nyiakan waktunya. Kemalasan adalah kekuatan bagi setan. Dengannya ia bisa leluasa menjadikan hidupmu mengalami kemandegan.
Ingatlah segala hal yang bisa memotivasimu untuk terus melanjutkan perjalanan;

“Kemalasan adalah kunci keburukan, melahirkan kefakiran dan hasilnya adalah kehancuran.”

“Tiga hal yang tida bisa dicari jalan penyelsaiannya; kefakiran yang bersatu dengan kemalasan, perdebatan yang dilatarbelakangi kedengkian,  dan sakit yang disebabkan karena usia yang sudah renta.”

“Orang yang capai karena melakukan kerja keras bisa tudur nyeyak berbantalkan batu cadas, sedangkan pemalas tidak akan bisa tidur dengan damai meski di atas bantal yang terbuat dari bulu yang halus.”


*Dikutip dan diterjemahkan dari tulisan DR. Muhammad Fathi.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan